PENDIDIKAN AGAMA
MAKALAH
HAKIKAT IBADAH
Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Agama yang di ampu oleh:
Di susun oleh:
Nama : SALMAN AL-RIZKI
Jurusan : TI 14 CDM Shift
Prodi
: PENDIDIKAN AGAMA
Semester
: I (Satu)
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN DAN ILMU
KOMPUTER
BINA SARANA GLOBAL
OKTOBER 2014
·
Latar Belakang
Kehidupan
manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala pemberiannya,
manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya
tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat Allah swt
yang telah memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan suatu
bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah
swt atau memanfaatkan anugerah Allah swt. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntuan Allah
swt dan Rasul Nya.
Sebagai
rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah
kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya. Dalam
ibadah, kita harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan. Apakah
ibadah tersebut termasuk dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
Oleh
karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai bermacam-macam ibadah
beserta hikmah dan tujuannya.
DAFTAR ISI
Halaman
Judul........................................................... .i
Kata Pengantar............................................................ii
Daftar
Isi.....................................................................iii
Bab I Pendahuluan......................................................1
1.1 Latar
Belakang.....................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................1
1.3
Tujuan Masalah.....................................................1
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Ibadah..................................................2
2.2 Hakikat Ibadah dan
Tujuan Ibadah........................2
2.3 Jenis ibadah............................................................4
2.4 Dasar
Hukum.........................................................6
2.5 Prinsip
Ibadah........................................................6
Bab III Penutup
3.1
Kesimpulan ...........................................................7
3.2
Saran......................................................................7
3.3 Harapan..................................................................7
Daftar
Pustaka............................................................. 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ibadah merupakan suatu perkara yang perlu adanya perhatian
dengannya, karena ibadah itu tidak bisa dibuat main-main apalagi
disalahgunakan. Dalam islam ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah
perintahkan dan apa yang telah diajarkan oleh Nabi agung Muhammmad SAW
kepada umat islam yang dilandaskan pada kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi
Muhammad berupa kitab suci Al-Qur’an dan segala perbuatan, perkataan, dan
ketetapan nabi atau dengan kata lain yang disebut dengan hadits nabi.
Kita sebagai umat islam tentunya mengetahui apa itu ibadah dan bagaimana cara
pelaksanaan ibadah tersebut. Oleh karena itu, kita harus mengikuti ibadah yang
dicontohkan dan dilakukan oleh nabi kepada kita dan tidak boleh membuat
ibadah-ibadah yang tidak berdasar pada Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam makalah ini, akan dikupas bersama tentang bagaimanakah ibadah,
tujuan, manfaat, keutamaan dan sebagainya. Semoga ilmu ini bermanfaat bagi kita
semua.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
ibadah itu dari segi pengertian islam?
2. Bagaimana
hakikat dan tujuan ibadah ?
3. Apa
saja jenis – jenis ibadah ?
4. Apa
dasar hukum ibadah ?
5. Apa
prinsip – prinsip ibadah ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk
mengetahui pengertian ibadah itu dari segi pengertian islam.
2. Untuk
mengetahui hakikat ibadah dan tujuan ibadah.
3. Untuk
mengetahui jenis – jenis ibadah.
4. Untuk
mengetahui dasar hukum ibadah
5. Untuk
mengetahui prinsip – prinsip ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti
patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-khudlu). Ubudiyah artinya
tunduk dan merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat
disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.[1]
Ibadah adalah bahasa arab yang secara
etimologi berasal dari akar kata عَبْدٌا-عِبَادَةً عَبِدَ-يَعْبُدُ-yang berarti
taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada
Allah)Kesemua
pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan.
·
Pengertian ibadah secara
terminologis menurut ulama tauhid,
dan hadits ibadah adalah:
تَوْحِدُ اللهِ وَتَعْظِمُهُ غَا يَةَ
التَّعْظِيْمِ مَعَ التَّذَ لُّلِ وَالْخُضُوْعِ
لَهُ
“Mengesakan dan
mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan menundukkan jiwa
kepadanya.”
·
Para ahli di bidang akhlak mendefisikan
ibadah sebagai berikut:
الْعَمَلُ بِالطَّا عَا تِ الْبَدَ
نِيَّةِ وَالْقِيَامُ بِالشَّرَاءِِعِ
“Mengerjakan
segala bentuk kataatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syariat (hukum).”
·
Ulama tasawuf mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
فِعْلُ الْمُكَلَّفِ عَلَى خِلاَفٍ هُوَ نَفْسِهِ تَعْظِيْمًا
لِرَبِّهِ
“Pekerjaan
seorang mukallaf yang berlawanan dengan keinginan nafsunya untuk membesarkan
Tuhannya.”
·
Menurut ahli fiqih ibadah
adalah :
مَا إِبْتِغَاءًلِوَجْهِ اللهِ وَطَلَبًا لِثََوْابِهِ فِى
اْلاَخِرَةِ
“Segala bentuk
ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai keridaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
·
Menurut Jumhur Ulama :
الْعِبَادَةُ هِىَ اِسْمٌ جَامِعٌ لِمَا يُحِبُّهُ اللهُ
وَيَرْضَاهُ قَوْلاً كاَ نَ إَوْ فِعْلاً جَلِيًّا كاَ نَ إَوْ خَفِيًّا
تَعْظِيْمًا لَهُ وَ طَلَبًا لِثَوَابِهِ
“Ibadah itu yang
mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridai oleh Allah SWT , baik berupa
perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam
rangka mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”[2]
2.2 Hakikat Ibadah dan Tujuan Ibadah
1.
Hakikat Ibadah
Dalam syariat islam ibadah mempunyai
dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah SWT.
Unsur yang tertinggi adalah ketundukan, sedangkan kecintaan merupakan
implementsi dari ibadah tersebut. Disamping itu ibadah juga mengandung unsur
kehinaan, yaitu kehinaan yang paling rendah di hadapan Allah SWT. Pada mulanya
ibadah merupakan “hubungan” hati dengan yang dicintai, menuangkan isi hati,
kemudian tenggelam dan merasakan keasyikan, akhirnya sampai kepada puncak
kecintaan kepada Allah SWT.
Orang yang tunduk kepada orang lain
serta mempunyai unsur kebencian tidak dinamakan ‘abid (orang yang beribadah),
begitu juga orang yang cinta kepada sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya,
seperti orang yang mencintai anaknya atau temannya. Kecintaan yang sempurna
adalah kepada Allah SWT. Setiap kecintaan yang bersifat sempurna terhadap
selain Allah SWT adalah batil.
Dengan melihat hakikat dan
pengertiannya Yusuf Qardhawi mengemukakan bahwa ibadah merupakan kewajiban dari
apa yang disyariatkan Allah SWT yang disampaikan oleh para rasul-Nya dalam
benyuk perintah dan larangan. Kewajiban itu muncul dari lubuk hati orang yang
mencintai Allah SWT
Manusia ditakdirkan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
akal dari makhluk lainnya (Q.S At Tiin). Kenyataannya, manusia tidak selalu
menggunakan akal sehatnya, bahkan ia lebih sering dikuasai nafsunya, sehingga
ia sering terjerumus ke dalam apa yang disebut dehumanisasi,yaitu
proses yang menyebabkan kerusakan, hilang, atau merosotnya nilai – nilai
kemanusiaan. Disinilah perlunya agama bagi manusia.
Dengan agama, hidup manusia menjadi bermakna.
Makna agama terletak pada fungsinya sebagai kontrol moral manusia. Melalui
ajaran – ajarannya, agama menyuruh manusia agar selalu dalam keadaan sadar dan
menguasai diri. Keadaan sadar dan menguasai diri pada manusia itulah yang
merupakan hakikat agama, atau hakikat ibadah. Melalui ibadah (pengabdian)
kepada Allah, hidup manusia terkontrol. Di mana pun dan dalam keadaan apa pun,
manusia dituntut untuk selalu dalam keadaan sadar sebagai hamba Allah dan mampu
menguasai dirinya, sehingga segala sikap, ucapan, dan tindakannya selalu dalam
kontrol Ilahi
2. Tujuan Ibadah
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan
berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan
diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah
kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri
sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt.
Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih
walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar
kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya,
serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia
diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini
dapat difahami dari firman Allah swt. :
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ
“maka
apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main
(saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.”(QS
al-Mu’minun:115)
Karena
Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga
hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban
ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
2.3
Jenis ibadah
Ditinjau
dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan
sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya:
1. Ibadah
Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan
hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk
ini memiliki 4 prinsip:
a) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,
baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak
boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b) Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasulullah saw.
Jika
melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara
mengada-ada, yang populer disebutbid’ah. Salah satu penyebab hancurnya
agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya
bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya
ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan
wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut
hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya,
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan
apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka
ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam
melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini
bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul
adalah untuk dipatuhi.
2. Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan
dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan hamba
dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk
lainnya . Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah
laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas
sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga,
amal shaleh sebagai garis amal. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a). Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang
melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini
boleh diselenggarakan.
b). Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul,
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika
ada yang menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka
bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah
dhalalah.
c). Bersifat rasional, ibadah bentuk ini
baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan
oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk,
merugikan, danmadharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d). Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama
itu boleh dilakukan.
Kategori-kategori
ibadah :
1.
Ibadah I’tiqodiyah (keyakinan)
Ibadah I’tiqodiyah adalah ibadah yang berhubungan dengan
keyakinan dan keimanan, seperti iman kepada rukun iman, dan iman kepada yang
ghaib
2.
Ibadah Qolbiyah (ibadah hati)
Ibadah qolbiyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih
banyak dilakukan dengan hati, yang tidak boleh di tujukan dan dimaksudkan
kecuali hanya kepada Allah. Seperti Hubb (cinta), Tawakkal, Sabar, Khauf
(takut), Roja’ (berharap) dan taubat.
3.
Ibadah Lafzhiyah
Ibadah lafzhiyah adalah amalan-amalan ibadah yang lebih
banyak dilakukan dengan lisan. Seperti mengucap kalimat-kalimat thoyyibah,
dzikir dan membaca Al-Qur’an.
4.
Ibadah Jasadiyah (badan)
Ibadah jasadiyah adalah amalan-amalan ibadah yang
lebih banyak dilakukan dengan badan/jasad seperti ruku’, sujud, thawaf dll.
5.
Ibadah Maliah (harta)
Ibadah maliah adalah amalan-amalan ibadah yang
lebih banyak dilakukan dengan sarana harta benda dan kekayaan. Seperti zakat,
infaq dan shodaqoh, dll.
Walaupun ibadah diatas dikategorikan sesuai dominasi yang
melakukannya, namun ibadah-ibadah itu dapat juga di lakukan dengan gabungan
anggota badan yang melakukannya, contoh Ibadah Haji adalah hati harus meyakini
bahwa haji adalah wjib bagi yang mampu, saat ibadah haji lisan terus
mengumandangkan kalimat talbiyah
( لبيك اللهم لبيك ) anggota badan melakukan amalan-amalan haji, dan tentunya
harta juga memegang peranan penting, sebagai ongkos dan bekal baik untuk yang
pergi maupun untuk yang di tinggalkannya
2.4
Dasar Hukum
Ibadah
adalah cinta dan ketundukan yang sempurna.
Firman Ilahi Allah swt, berfirman :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
“Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S
Al-Dzariyat [51]: 56)
Demikian
pula firman Allah berikut :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ
وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa.” (Q.A Al-Baqarah [2]: 21)[8]
Dasar
Ilmu Fiqih :
Dasar
ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. As-Sunnah
Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadis sunnah
al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis Hasan. Hal ini
disandarkan pada hadis berikut;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا
تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Bahwa
Rasulullah saw. bersabda: “Aku meninggalkan untukmu dua perkara, kamu tidak
akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab Allah (al-Qur’an) dan
Sunah Nabi.[9]
2.5
Prinsip Ibadah
Adapun
prinsip melaksanakan Ibadah sebagai berikut:
1. Niat
lillahi ta’ala
2. Ikhlas
3. Tidak
menggunakan perantara (washilah)
4. Dilakukan
sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan sunnah
5. Seimbang
antara dunia akherat
6. Tidak
berlebih-lebihan
7. Mudah
(bukan meremehkan) dan Meringankan Bukan Mempersulit
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Ibadah adalah segala bentuk hukum, baik
yang dapat dipahami maknanya (ma’qulat al-ma’na) seperti hukum yang menyangkut
dengan muamalah pada umumnya, maupun yang tidak dapat dipahami maknanya (ghair
ma’qulat ma’na), seperti thaharah dan shalat, baik yang berhubungan dengan
anggota badan seperti rukuk dan sujud maupun yang berhubungan
dengan lidah seperti zikir, dan hati seperti niat.
Melalui ibadah (pengabdian) kepada Allah, hidup manusia
terkontrol. Di mana pun dan dalam keadaan apa pun, manusia dituntut untuk
selalu dalam keadaan sadar sebagai hamba Allah dan mampu menguasai dirinya,
sehingga segala sikap, ucapan, dan tindakannya selalu dalam kontrol Ilahi.
Jenis Ibadah itu ada dua yaitu ibadah mahdhah dan ibadah
ghairu mahdhah.
3.2
Saran
Saya sebagai penulis meyakini bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Maka dari itu Saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
agar lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.
3.3 Harapan
Semoga
pembaca lebih memahami tentang prnyajian pembahasan ini serta penulis dapat
lebih baik kedepannya dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
·
Daradjat , Zakiyah. ILMU
FIQIH, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995
·
Saleh, Hasan. Kajian Fiqih
Nabawi dan Kontemporer, Jakarta: Karisma Putra Utama Ofset. 2008.
·
Al-Qardhawi, Yusuf, Al-‘Ibadah
fi al-Islam, Beirut: Muassasah al-Risalah. 1979.
·
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam
Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
·
Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar
Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
·
http://mujahiduna-mujahiduna.blogspot.com/2011/03/ibadah.html, diakses pada 04 Maret 2013 pukul 20.15
·
http://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam-islam.asp,diakses pada 04 Maret 2013 pukul 21.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar